Mahasiswi UIN Alauddin Sukses Rintis Usaha Bunga Kawat Beromzet Jutaan

Bunga Kawat Buatan Putri Mahasiswa UIN Alauddin Makassar |foto: Ida Yani
Bunga Kawat Buatan Putri Mahasiswa UIN Alauddin Makassar | foto: Ida Yani
AMANAH INDONESIA, MAKASSAR — Di balik aktivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, tersimpan kisah inspiratif seorang mahasiswi yang berhasil merajut mimpi dari kawat menjadi peluang usaha menjanjikan.

Dialah Putri, mahasiswi berusia 20 tahun asal Jeneponto yang kini menempuh studi di Program Studi Sosiologi Agama. Meski bukan berasal dari latar belakang pendidikan bisnis, Putri membuktikan bahwa kejelian membaca peluang pasar mampu melahirkan usaha yang berkelanjutan.

Dengan modal awal hanya Rp500.000 dari orang tua, Putri memulai usaha bunga kawat atau chenille menjelang akhir 2024. Usaha kecil ini perlahan berkembang dan menjadi sorotan di kalangan mahasiswa dan masyarakat sekitar Makassar.

Keputusan Putri memilih bunga kawat sebagai produk utama bukanlah kebetulan. Ia mengaku melakukan pengamatan intensif terhadap tren global di media sosial, khususnya TikTok dan Instagram luar negeri.

“Saya nonton-nonton tutorialnya, selalu juga lihat-lihat Instagram yang khusus video dari luar,” jelasnya.

Dari riset sederhana tersebut, Putri melihat potensi besar bunga kawat, terutama model tulip dan mawar, yang tengah viral. Ia kemudian mengadaptasi tren global itu menjadi produk lokal yang diminati pasar.

Bunga kawat dinilai memiliki keunggulan dibanding bunga segar. Selain tidak mudah layu, produk ini menawarkan nilai simbolis sebagai hadiah yang bisa disimpan dalam jangka panjang. Hal inilah yang membuatnya diminati untuk momen wisuda, ulang tahun, hingga perayaan khusus lainnya.

Putri mengakui bunga kawat memiliki kelemahan karena bisa berkarat jika terkena air. Namun, nilai keunikan dan daya tahan produk membuat konsumen tetap tertarik.

Salah satunya diungkapkan Ika (21), pelanggan bunga kawat Putri.

“Saya lebih pilih bunga kawat karena tidak akan layu. Harganya juga terjangkau, mulai Rp15 ribu sudah dapat satu tangkai yang cantik. Kalau bunga asli, besoknya sudah kering dan harus dibuang. Sayang uangnya,” ujarnya sambil menunjukkan buket tulip ungu miliknya.

Di balik kreativitasnya, Putri menerapkan manajemen keuangan yang disiplin. Ia menghitung Harga Pokok Penjualan (HPP) secara detail, mulai dari harga kawat Rp300 per helai, floral tape, lem, hingga biaya listrik saat produksi malam hari.

Dengan perhitungan tersebut, biaya produksi setiap tangkai bunga dapat ditekan hingga di bawah Rp10.000. Putri kemudian menentukan harga jual dengan margin keuntungan sekitar 5–10 persen, menyesuaikan tingkat kerumitan desain.

Berkat pengelolaan keuangan yang rapi, usaha bunga kawatnya tidak pernah merugi. Omzet bulanan stabil di kisaran Rp1 juta hingga Rp2 juta, dan bisa meningkat hingga Rp4 juta saat musim wisuda atau momen hari besar.

Persaingan usaha pun semakin ketat. Riska, pengrajin buket bunga flanel yang berjualan di area yang sama, menyebut tren kini bergeser ke bunga kawat.

“Sekarang persaingan memang geser ke bunga kawat karena lagi viral di TikTok. Dulu orang cari flanel, sekarang cari kawat yang mengkilap (chenille). Sebagai sesama penjual, kami harus adu kreativitas di teknik lilitan dan paduan warna supaya pelanggan tidak bosan,” jelas Riska.

Tantangan terbesar bagi Putri adalah membagi waktu antara kuliah dan usaha. Ia menegaskan bahwa pendidikan tetap menjadi prioritas utama.

“Yang penting kan kuliah aku dulu, karena ini usahaku kayak samping-sampingan kecil,” ujarnya.

Untuk itu, Putri menerapkan strategi blended marketing. Ia berjualan langsung di sore hari di area ramai seperti Lapangan Syekh Yusuf untuk membangun kepercayaan pelanggan, sementara media sosial dimanfaatkan untuk menerima pesanan khusus.

Dosen Fakultas Ekonomi UIN Alauddin Makassar, Alamsyah S.E., M.Si., menilai bisnis bunga kawat memiliki risiko kerugian material yang relatif kecil. Namun, ia mengingatkan potensi persaingan dari pelaku usaha bermodal besar jika tren ini semakin berkembang.

Ia juga menekankan pentingnya konsistensi operasional dan rencana cadangan agar usaha tetap berjalan ketika Putri harus fokus pada studi akhir.

Putri sendiri memiliki ambisi besar. Dalam satu tahun ke depan, ia berharap dapat membuka toko fisik sebagai langkah menaikkan kelas usahanya.

Kisah Putri menjadi bukti bahwa kreativitas, riset tren, dan manajemen keuangan sederhana mampu melahirkan usaha yang berkelanjutan, tanpa harus mengorbankan pendidikan.

* Penulis: Ida Yani (Mahasiswi Jurnalistik UIN Alauddin Makassar)

Baca Juga
Berita Terbaru
  • Mahasiswi UIN Alauddin Sukses Rintis Usaha Bunga Kawat Beromzet Jutaan
  • Mahasiswi UIN Alauddin Sukses Rintis Usaha Bunga Kawat Beromzet Jutaan
  • Mahasiswi UIN Alauddin Sukses Rintis Usaha Bunga Kawat Beromzet Jutaan
  • Mahasiswi UIN Alauddin Sukses Rintis Usaha Bunga Kawat Beromzet Jutaan
  • Mahasiswi UIN Alauddin Sukses Rintis Usaha Bunga Kawat Beromzet Jutaan
  • Mahasiswi UIN Alauddin Sukses Rintis Usaha Bunga Kawat Beromzet Jutaan
Posting Komentar
Ad
Ad
Tutup Iklan
"