![]() |
| Bisnis Es Teler di Makassar dan Gowa Kian Ketat |
AMANAH INDONESIA, MAKASSSAR -- Persaingan bisnis es teler di wilayah Makassar dan Gowa terus menunjukkan dinamika seiring menjamurnya varian es teler modern yang menawarkan inovasi rasa, topping, hingga tampilan yang lebih atraktif.
Di tengah tren tersebut, pelaku usaha es teler dari berbagai skala, mulai dari kedai hingga penjual kaki lima, berupaya bertahan dengan strategi yang menyesuaikan kondisi pasar dan preferensi konsumen.
Salah satu pelaku usaha es teler modern adalah Es Teler Tapooji cabang Samata, Kabupaten Gowa. Usaha ini baru beroperasi sekitar satu tahun dan masih berada dalam tahap perintisan. Hal tersebut disampaikan oleh Muhammad Rizky, karyawan Es Teler Tapooji, saat diwawancarai pada 10 Desember 2025.
Meski mengusung konsep kekinian, Tapooji memilih mempertahankan cita rasa es teler klasik sebagai identitas utama.
“Rasanya tetap mau kami pertahankan. Tapi soal harga tetap terjangkau untuk masyarakat umum,” kata Rizky.
Harga es teler Tapooji dibanderol bervariasi, mulai dari Rp10.000 hingga Rp20.000 per porsi, tergantung pilihan menu dan topping.
Sementara itu, pendapatan harian masih bersifat fluktuatif dan dipengaruhi oleh jumlah pembeli serta kondisi cuaca.
Dalam strategi pemasaran, Tapooji memanfaatkan media sosial sejak awal berdiri. Promosi dilakukan melalui Instagram dengan menggandeng selebgram lokal Makassar untuk memperkenalkan produk kepada masyarakat luas.
“Kalau Es Teler Tapooji sendiri, awal merintis itu dipromosikan di Instagram melalui selebgram asal Makassar,” ujarnya.
Selain kedai modern, persaingan bisnis es teler di Makassar dan Gowa juga diramaikan oleh penjual skala kecil yang berjualan di pinggir jalan.
Salah satunya adalah Wiwi Asriani, ibu rumah tangga asal Gowa yang menjual es teler creamy di depan Gerbang 1 Kampus UIN Alauddin Makassar.
Saat diwawancarai pada 17 Desember 2025, Wiwi menjelaskan bahwa harga terjangkau dan rasa menjadi faktor utama pelanggan, khususnya mahasiswa, tetap membeli dagangannya. Es teler creamy miliknya dijual dengan harga sekitar Rp10.000 per porsi.
“Pelanggan suka ji karena enak dan lebih murah juga,” katanya.
Namun, seperti pelaku usaha lainnya, Wiwi mengakui bahwa pendapatan hariannya tidak menentu dan sangat bergantung pada jumlah pembeli serta kondisi cuaca.
Fenomena berkembangnya es teler modern turut mendapat perhatian akademisi. Rusdi Prayoga, Dosen Bisnis Digital dan Kewirausahaan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, menilai perubahan selera generasi muda menjadi salah satu faktor utama munculnya inovasi dalam bisnis es teler. Pernyataan tersebut disampaikannya saat diwawancarai pada 14 Desember 2025.
“Penambahan topping seperti durian, keju, cokelat, boba hingga es krim, bahkan penggunaan wadah seperti teko besar, merupakan bentuk diferensiasi produk agar memiliki nilai tambah,” jelas Rusdi.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa inovasi yang terlalu cepat juga dapat menjadi tantangan bagi pelaku usaha tradisional yang belum siap beradaptasi. Namun, peluang pasar tetap terbuka selama kualitas dan identitas produk tetap dijaga.
“Bagi yang mampu beradaptasi, inovasi justru bisa membuka peluang untuk menarik konsumen baru sambil tetap mempertahankan pelanggan loyal,” tambahnya.
Sementara itu, Dosen Ekonomi Mikro dan Bisnis Islam UIN Alauddin Makassar, Andi Syathir Sofyan, menilai tren inovasi topping sebagai respons alami pelaku usaha dalam memenuhi kepuasan konsumen. Hal tersebut disampaikannya saat diwawancarai pada 6 Desember 2025.
“Semakin bervariasi topping, semakin besar biaya produksi. Kondisi ini mengubah pasar es teler tradisional yang sebelumnya bersaing lewat harga menjadi pasar yang menuntut inovasi,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa konsumen berpotensi mengalami kejenuhan ketika kebutuhan atau keinginannya telah terpenuhi. Namun demikian, kuliner tradisional tetap memiliki pasar tersendiri dan mampu bertahan tanpa strategi pemasaran yang kompleks, terutama karena kekuatan rasa dan loyalitas pelanggan.
“Terkadang konsumen akan jenuh ketika utilitas atau keinginannya sudah terpenuhi,” katanya.
Dari sisi konsumen, es teler modern kerap dipilih karena menawarkan variasi rasa dan tampilan yang menarik. Rina Amelia, salah satu penikmat es teler, mengaku sering membeli es teler modern karena banyaknya pilihan rasa.
Meski begitu, ia tetap kembali memilih es teler tradisional ketika menginginkan rasa yang lebih ringan dengan harga terjangkau. Pernyataan tersebut disampaikannya saat diwawancarai pada 10 Desember 2025.
“Harga juga berpengaruh, apalagi saya mahasiswa. Kalau mau hemat, saya beli yang tradisional,” ujarnya.
Persaingan es teler di Makassar dan Gowa menunjukkan bahwa kuliner tradisional masih memiliki daya tarik kuat di tengah gempuran inovasi modern. Ke depan, kemampuan pelaku usaha dalam menyeimbangkan inovasi, harga, dan kualitas rasa akan menjadi kunci keberlanjutan bisnis es teler di wilayah ini.
Penulis: Nurul Emil Dayani

